Jakarta, CNBC Indonesia - Banjir bandang menerjang kota pesisir Safi, Maroko, dan menewaskan sedikitnya 37 orang, menandai salah satu bencana banjir paling mematikan di negara itu dalam lebih dari satu dekade. Otoritas setempat menyatakan operasi pencarian dan penyelamatan masih terus berlangsung di tengah peringatan cuaca buruk lanjutan.
Maroko yang selama bertahun-tahun dilanda kekeringan memang kerap menghadapi cuaca ekstrem. Namun, banjir yang terjadi pada Minggu di Safi, sekitar 300 kilometer di selatan ibu kota Rabat, disebut sebagai yang paling mematikan dalam kurun setidaknya 10 tahun terakhir.
Arus air bercampur lumpur menyapu jalan-jalan kota, menyeret mobil, tempat sampah, dan berbagai benda lain dari pusat kota hingga kawasan permukiman.
Badan meteorologi nasional, General Directorate of Meteorology (DGM), [ada Senin (15/12/2025) memperingatkan bahwa badai petir masih berpotensi terjadi selama tiga hari ke depan di sejumlah wilayah, termasuk Safi. Peringatan itu dikeluarkan saat warga dan petugas masih berjibaku membersihkan sisa-sisa banjir.
Menurut data terbaru dari pejabat lokal, tujuh orang yang selamat masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Mohammed V di Safi, dengan dua di antaranya berada dalam kondisi kritis dan dirawat di unit perawatan intensif. Aktivitas sekolah di kota tersebut ditutup setidaknya selama tiga hari ke depan karena jalan-jalan dipenuhi lumpur dan puing.
Kesaksian warga menggambarkan kepanikan yang terjadi saat air bah datang secara tiba-tiba.
"Air itu benar-benar menenggelamkan kami. Kami tidak bisa tidur semalaman. Kami kehilangan segalanya, bahkan buku pelajaran anak-anak saya," ujar Hanane Nasreddine, ibu enam anak, kepada AFP.
Warga lain, Nezha El Meghouari, mengatakan ia hanya memiliki waktu beberapa saat untuk menyelamatkan diri dari rumahnya. "Saya kehilangan semua pakaian. Hanya tetangga yang memberi saya baju untuk menutup tubuh. Saya tidak punya apa-apa lagi. Saya kehilangan segalanya," katanya.
Di pusat kota bersejarah Safi, setidaknya 70 rumah dan tempat usaha terendam banjir. Dampak ekonomi dirasakan luas, terutama oleh para pedagang kecil. Abdelkader Mezraoui, seorang pemilik toko berusia 55 tahun, mengatakan aktivitas perdagangan nyaris lumpuh.
"Pemilik toko perhiasan kehilangan seluruh stok mereka... begitu juga pemilik toko pakaian," ujarnya, seraya mendesak pemerintah memberikan kompensasi agar usaha-usaha tersebut bisa diselamatkan.
Safi dikenal sebagai salah satu pusat seni dan kerajinan di Maroko, terutama tembikar terakota. Setelah banjir surut, jalan-jalan kota dipenuhi pecahan mangkuk dan tajine yang hancur, memperlihatkan kerusakan besar pada sektor kerajinan tradisional.
Kantor kejaksaan Maroko mengumumkan telah membuka penyelidikan untuk menentukan apakah ada pihak yang bertanggung jawab atas besarnya dampak kerusakan akibat banjir tersebut, demikian dilaporkan kantor berita resmi MAP.
Berbicara di hadapan parlemen, Perdana Menteri Aziz Akhannouch menjelaskan bahwa hujan deras turun dalam waktu singkat.
"Sebanyak 37 milimeter hujan turun dalam periode yang singkat dan menghantam distrik bersejarah Bab Chabaa (di Safi), yang dilintasi oleh sungai, menyebabkan kematian banyak pedagang dan pekerja," katanya.
Seorang petugas penyelamat, Azzedine Kattane, mengatakan kepada AFP bahwa tragedi ini meninggalkan "dampak psikologis yang kuat" bagi masyarakat, mengingat besarnya jumlah korban. Saat air mulai surut, pemandangan kota berubah menjadi hamparan lumpur dengan mobil-mobil terbalik, sementara petugas Perlindungan Sipil bersama warga setempat bekerja membersihkan puing-puing.
Bencana ini terjadi di tengah kondisi Maroko yang tengah menghadapi kekeringan parah selama tujuh tahun berturut-turut. Tahun lalu juga tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah di kerajaan Afrika Utara tersebut.
Para ahli menyebut perubahan iklim membuat badai menjadi lebih intens, karena atmosfer yang lebih hangat mampu menahan lebih banyak uap air dan suhu laut yang meningkat dapat memperkuat sistem cuaca ekstrem.
Maroko sebelumnya pernah mengalami banjir bandang mematikan, termasuk yang menewaskan ratusan orang pada 1995 dan puluhan korban jiwa pada 2002. Tragedi di Safi kembali menegaskan kerentanan kawasan tersebut terhadap cuaca ekstrem yang semakin sering dan mematikan.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

8 hours ago
5

















































