Dorong Indonesia Naik Kelas, Hashim Djojohadikusumo Tekankan Hal Ini!

7 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk naik kelas dan menjadi negara maju, namun momentum hilirisasi harus dimanfaatkan bersamaan dengan pembenahan kualitas sumber daya manusia dan sistem penerimaan negara. Tanpa itu, kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia berisiko habis tanpa meninggalkan fondasi ekonomi yang kuat bagi generasi mendatang.

Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo menyampaikan pandangan tersebut dalam peluncuran buku Indonesia Naik Kelas karya Wakil Direktur Utama MIND ID Dani Amrul Ichdan.

Dalam kesempatan itu, Hashim menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat kepada Dani Amrul Ichdan atas peluncuran buku yang mengangkat pentingnya hilirisasi sebagai strategi meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional. Menurut Hashim, tema yang diangkat dalam buku tersebut relevan dengan tantangan struktural yang dihadapi Indonesia saat ini.

Hashim menilai hilirisasi sumber daya alam merupakan langkah penting untuk menambah nilai tambah dari anugerah yang dimiliki Indonesia, mulai dari mineral, pertanian, hingga kekayaan laut seperti rumput laut dan padang lamun. Namun, ia mengingatkan bahwa hilirisasi sumber daya alam tidak boleh berdiri sendiri tanpa dibarengi pembangunan kualitas manusia.

"Hilirisasi itu intinya menambah nilai tambah. Tapi selain sumber daya alam, ada sumber daya manusia, dan terus terang kualitas SDM kita masih tertinggal jauh," kata Hashim dikutip, Minggu, (14/12/2025).

Ia menyoroti posisi Indonesia dalam berbagai peringkat pendidikan internasional, termasuk PISA, yang masih berada di papan bawah. Menurut Hashim, kondisi tersebut menjadi sinyal bahwa investasi besar pada pendidikan dan riset belum sepenuhnya efektif, meskipun anggaran pendidikan telah mencapai 20% dari APBN. Ia menekankan bahwa porsi riset dan pengembangan Indonesia yang masih sekitar 0,3% dari PDB sangat tertinggal dibanding negara-negara maju.

Hashim kemudian membandingkan perjalanan ekonomi Indonesia dengan Korea Selatan. Berdasarkan data Bank Dunia, pada 1960 ekonomi Indonesia berada di atas Korea Selatan. Namun saat ini, pendapatan per kapita Indonesia hanya sekitar sepersepuluh dari Korea Selatan. Ia menilai perbedaan tersebut sepenuhnya ditentukan oleh kualitas manusia, bukan sumber daya alam.

"Korea Selatan hampir tidak punya sumber daya alam. Tapi manusianya unggul. Itu sebabnya mereka melompat jauh, sementara kita tertinggal," ujarnya.

Selain isu sumber daya manusia, Hashim menyoroti lemahnya sistem penerimaan negara Indonesia. Rasio penerimaan pajak, royalti, dan PNBP terhadap produk domestik bruto masih berada di kisaran 9%-10% dan relatif stagnan dalam satu dekade terakhir. Padahal, negara-negara lain seperti Kamboja berhasil meningkatkan rasio penerimaan negaranya secara signifikan dalam periode yang sama.

"Enam persen kelihatannya kecil, tapi enam persen dari PDB itu sekitar Rp1.500 triliun. Dengan angka itu, Indonesia seharusnya tidak defisit, malah bisa surplus," kata Hashim.

Ia juga mengungkapkan besarnya ekonomi abu-abu atau ekonomi yang tidak tercatat dalam sistem resmi, yang menurut Bank Dunia mencapai sekitar 35% dari total aktivitas ekonomi nasional. Hashim menilai praktik transaksi tunai tanpa pencatatan masih sangat luas terjadi di masyarakat, mulai dari sektor jasa kecil hingga konsumsi sehari-hari, sehingga potensi penerimaan negara banyak yang hilang.

Hashim menyebut digitalisasi ekonomi dan sistem pembayaran sebagai langkah penting untuk menarik aktivitas ekonomi tersebut masuk ke dalam sistem formal. Dengan begitu, basis pajak dapat diperluas dan penerimaan negara meningkat tanpa harus menaikkan tarif pajak.

Menurut Hashim, Indonesia sesungguhnya adalah negara kaya dengan potensi ekonomi yang jauh lebih besar dari angka resmi yang tercatat saat ini. Jika tata kelola penerimaan negara, kualitas aparatur, dan sistem ekonomi dapat dibenahi, Indonesia berpeluang menjadi negara surplus dan memiliki daya dukung fiskal yang kuat.

Dalam konteks itu, Hashim menilai buku Indonesia Naik Kelas sebagai pengingat bahwa hilirisasi bukan sekadar proyek ekonomi, melainkan bagian dari upaya menyeluruh untuk membangun fondasi bangsa.

"Hilirisasi harus berjalan seiring dengan peningkatan kualitas manusia dan pembenahan sistem negara. Kalau itu dilakukan, Indonesia punya semua syarat untuk benar-benar naik kelas," ujarnya.

Di sisi lain, Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Rosan Roeslan, menyampaikan bahwa strategi hilirisasi sumber daya alam (SDA) menjadi fondasi penting dalam transformasi ekonomi Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara industri yang mandiri.

Ia pun menyoroti buku Indonesia Naik Kelas karya Wakil Direktur Utama MIND ID Dany Amrul Ichdan telah menyediakan peta jalan strategis menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebesar 8%, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Menurutnya, Indonesia saat ini merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Meski menghadapi tantangan global, ekonomi nasional tetap tumbuh sekitar 5% yang menunjukkan kebijakan ekonomi berada di jalur tepat.

Salah satu pilar pencapaian itu adalah hilirisasi komoditas strategis yang tidak lagi dipandang sebagai program sektoral, tetapi strategi kedaulatan ekonomi untuk memperkuat rantai nilai dan penataan ulang struktur ekonomi.

"Kita adalah pemimpin global di beragam komoditas strategis seperti nikel dan kelapa sawit yang menempati posisi teratas serta komoditas lainnya seperti timah dan bauksit. Sumber daya ini menempatkan kita di jantung transisi energi global," pungkas Rosan dalam kesempatan yang sama.

Dia mencatat bahwa sejak Januari - September 2025, sektor hilir menarik investasi sebesar Rp431 triliun atau lebih dari 30% dari total realisasi investasi nasional. Adapun laju pertumbuhannya mencapai 58,1% year on year (YoY).

Rosan, yang juga menjabat CEO Danantara Indonesia, menambahkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun ke depan membutuhkan investasi sekitar US$815 miliar. Hal ini hanya bisa direalisasikan melalui transformasi struktural dan bukan sekadar mengandalkan konsumsi domestik.

Dalam konteks tersebut, pemerintah berfokus pada menarik investasi berkualitas yang mampu meningkatkan produktivitas, mendorong alih teknologi, serta memperkuat rantai nilai di dalam negeri.

"Kami juga mendorong reformasi fiskal dan pajak daya saing menjadikan pajak sebagai insentif untuk mendorong inovasi dan transisi hijau," ucap Rosan.

Untuk mempermudah perizinan, Rosan menyebutkan pemerintah telah mengimplementasikan sistem Online Single Submission (OSS) serta prinsip fiktif positif guna meningkatkan kepastian hukum dan waktu penyelesaian perizinan.

Menurutnya, mekanisme fiktif positif telah mempercepat lebih dari 40% aplikasi perizinan di enam sektor dan akan terus diperluas ke sektor lainnya.

Di samping itu, Rosan turut menekankan bahwa pentingnya kepemimpinan orkestratif nasional yang dinilai mampu menjaga stabilitas sekaligus menyiapkan lompatan strategis menuju ekonomi hijau dan digital

"Kunci yang dapat menggerakkan seluruh mesin kebijakan ini adalah kepemimpinan orkestratif nasional," pungkasnya.

(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |