- Pasar keuangan Indonesia akhirnya kompak menguat pada perdagangan kemarin
- Wall Street kembali ditutup beragam, Nasdaq turun sementara DJIA dan S&P menguat
- Pidato Powell dan data ekonomi AS serta Indonesia akan menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan Tanah Air akhirnya berjalan senada, baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah sama-sama berada di zona penguatan. IHSG berhasil menembus level psikologis yang dinanti-nanti di 7.000, sementara rupiah masih bertahan di level psikologis US$16.500 terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pergerakan IHSG dan rupiah diperkirakan akan kembali menguat pada hari ini. Optimisme pasar yang besar danbeberapa sentimen yang dapat menjadi dorongan bagi pasar keuangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri akan menopang IHSG. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
IHSG pada perdagangan kemarin, Kamis (15/5/2025) melesat 0,86% atau naik 60,28 poin ke level 7.040,16. Penutupan tersebut pun berhasil mendorong IHSG meninggalkan level psikologis 6.900 yang sempat bertahan dalam perdagangan lima hari belakangan.
Sebanyak 345 saham naik, 257 turun, dan 208 tidak bergerak. Nilai transaksi perdagangan tergolong ramai yakni mencapai Rp 16,94 triliun yang melibatkan 36,59 miliar saham dalam 1,51 juta kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, nyaris semua sektor berada di zona hijau. Hanya sektor bahan baku yang terkoreksi tipis.
Sektor properti, finansial dan kesehatan memimpin penguatan, dengan saham perbankan dan BUMN kembali menjadi penggerak utama IHSG hari ini.
Selain itu, Investor asing tercatat sudah mencari cuan di bursa saham RI setelah dalam beberapa belakangan. Pada perdagangan Rabu (14/5/2025), investor asing tercatat masuk ke bursa saham Rp 2,84 triliun dan menyasar saham-saham berkapitalisasi besar.
Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, tahun ini perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China lebih menarik perhatian investor ketimbang fenimema musiman.
Menurutnya, para investor meningkatkan selera risiko dengan membeli saham berkualitas yang memiliki prospek keuntungan yang tinggi di saat kondisi harga saham tengah turun, sehingga mendorong pasar ekuitas global yang lebih tinggi.
"Maka hal ini bisa meredam kekhawatiran akan Sell in May di tahun ini seiring dengan perang tarif antara Amerika Serikat dengan China mereda," ujarnya saat dihubungi oleh CNBC Indonesia, Kamis (15/6).
Hal senada juga dikatakan oleh Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong. Menurutnya, kesepakatan antara kedua negara maju tersebut memberikan angin segar bagi investor pasar saham.
"Euphoria kesepakatan tarif AS China masih sangat mendukung sentimen. Investor juga mengantisipasi kesepakatan2 lain diantaranya AS dengan Jepang, Korea dll," ungkapnya.
Seperti diketahui, ada kesepakatan perundingan perdagangan, dimana Washington setuju untuk memangkas tarif terhadap Beijing menjadi 30%, setelah dinaikkan 145% oleh Trump. Sementara China akan memangkas tarif menjadi 10% dari tarif balasan sebesar 125%, meskipun hanya bersifat sementara selama 90 hari, secara umum diapresiasi pasar global.
Hal ini mendorong Goldman Sachs untuk memangkas perkiraan risiko resesi di AS menjadi 35% dari 45%.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) mengumumkan jika indeks harga produsen naik atau mengalami inflasi 2,3% (year on year/yoy) pada April 2025 yang memberikan sentimen bullish bagi pasar.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Kamis (15/5/2025) ditutup pada posisi Rp16.510/US$ atau menguat 0,21%.
Rupiah akhirnya kembali perkasa usai dolar AS melemah pada Kamis seiring dengan melonjaknya won Korea Selatan di tengah spekulasi terus-menerus bahwa Washington sedang mengupayakan pelemahan dolar AS, yang pada gilirannya juga mengangkat mata uang Asia lainnya.
Pada Rabu kemarin, pejabat dari Korea Selatan dan AS bertemu minggu lalu untuk membahas nilai tukar dolar/won telah menyebabkan aksi jual dolar, menggarisbawahi suasana hati-hati di pasar setelah euforia awal atas gencatan senjata tarif AS-China awal minggu ini mereda.
Kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang agresif dan tidak menentu telah mengguncang kepercayaan investor terhadap dolar, yang menyebabkan penurunan tajam aset AS. Sementara pasar saham telah pulih dari kerugian April, dolar tetap berada di bawah tekanan.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Kamis (15/5/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau menguat 0,74% di level 6.837%. Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages