FOTO Internasional
Reuters, CNBC Indonesia
15 May 2025 05:00

Warga berkumpul di mesin ATM Bank Komersial Suriah untuk transaksi uang, setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan memerintahkan pencabutan sanksi terhadap Suriah, di Damaskus, Suriah, 14/5/2025. Pemandangan beda dari biasa sejumlah bank di Suriah ramai dan antri oleh warga Suriah yang transaksi ke bank.(REUTERS/Yamam al Shaar)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat gebrakan baru: di bawah kepemimpinannya, Washington akan mencabut semua sanksi terhadap Suriah. "Saya akan memerintahkan penghentian sanksi terhadap Suriah untuk memberi mereka kesempatan meraih kejayaan," kata Trump seperti dikutip CNBC International pada Rabu (14/5/2025). (REUTERS/Yamam al Shaar)

Keputusan Trump untuk mencabut sanksi terhadap Suriah membuka jalan bagi keterlibatan yang lebih besar oleh organisasi kemanusiaan yang bekerja di Suriah, memudahkan investasi dan perdagangan asing saat negara tersebut membangun kembali negara tersebut. "Menghapus sanksi akan mempermudah proses transfer, menciptakan stabilitas harga, dan mempermudah transfer dari luar (Suriah) ke dalam dan dari dalam ke luar.” "Kami tidak dapat mentransfer (uang) sebelumnya, kami tidak dapat mentransfer sama sekali, dan kami bahkan menghadapi banyak masalah, khususnya kami, karena transfer tidak diizinkan. Namun hari ini, tidak lagi, transfer akan lebih mudah." kata Warga Suriah Ammar Kalaji seperti dikutip Reuters. REUTERS/Yamam al Shaar)

Suriah telah ditetapkan sebagai negara sponsor terorisme oleh pemerintah AS sejak 1979. Sanksi AS tambahan dijatuhkan pada negara tersebut pada tahun 2004 dan sekali lagi pada tahun 2011, setelah rezim Presiden Bashar Assad saat itu melancarkan tindakan keras brutal terhadap pemberontakan anti-pemerintah. (REUTERS/Yamam al Shaar)

Dalam kurun waktu sekitar 14 tahun sejak itu, negara tersebut telah hancur oleh perang saudara, kekerasan sektarian, dan serangan teroris brutal, termasuk pengambilalihan sebagian wilayah negara oleh ISIS pada tahun 2014, serta kampanye pengeboman yang dipimpin Barat berikutnya untuk membasmi kelompok ekstremis tersebut. (REUTERS/Yamam al Shaar)