7 hours ago
2
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Kasus dugaan permintaan proyek senilai Rp 5 triliun oleh oknum anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia Kota Cilegon Provinsi Banten kepada investor asing menjadi sorotan penting dalam pembahasan iklim investasi nasional. Peristiwa ini tidak hanya merusak citra lembaga, tetapi juga mengganggu kepercayaan investor terhadap keseriusan Indonesia dalam menciptakan ruang usaha yang bersih dan berdaya saing.
Di tengah upaya pemerintah mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia 8% melalui investasi, praktik semacam ini justru menjadi batu sandungan. Kehadiran oknum yang mencatut lembaga atau menjanjikan proyek dengan imbalan tertentu adalah bentuk dari praktik rente yang harus dilenyapkan. Jika dibiarkan, ini akan menjadi pola yang berulang di berbagai daerah.
Langkah cepat yang diambil oleh Inspektur Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto selaku Kapolda Banten untuk menyelidiki kasus ini patut diapresiasi. Respons yang tegas dari aparat penegak hukum menjadi sinyal positif bahwa negara tidak tinggal diam terhadap upaya-upaya mengganggu ekosistem investasi. Ini penting untuk menjaga kepercayaan, sekaligus menunjukkan keberpihakan kepada dunia usaha yang profesional.
Dalam konteks ini, apresiasi juga layak diberikan kepada Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie yang secara terbuka menegaskan bahwa tindakan individu yang menyalahgunakan nama organisasi tidak mencerminkan nilai-nilai Kadin secara keseluruhan. Sikap terbuka dan tegas dari pimpinan organisasi ini menjadi penting untuk menjaga kredibilitas Kadin di mata pelaku usaha dan investor.
Dalam banyak kasus, praktik rente kerap dibungkus dalam relasi kuasa antara pengusaha, pejabat, dan oknum yang mengklaim memiliki akses atau pengaruh. Jika hal ini terus dibiarkan, maka daerah akan kesulitan bersaing dalam menarik investasi produktif. Investor tentu akan memilih tempat yang menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Selain tindakan hukum, evaluasi menyeluruh terhadap relasi kelembagaan di dunia usaha juga perlu dilakukan. Tidak hanya Kadin, asosiasi-asosiasi bisnis lainnya harus memperkuat mekanisme pengawasan internal. Keanggotaan dalam organisasi seharusnya membawa tanggung jawab moral, bukan sekadar akses terhadap kekuasaan.
Masalah ini juga mencerminkan perlunya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga integritas proses investasi. Penyerapan investasi tidak boleh hanya dipandang sebagai capaian angka, tetapi harus diiringi dengan jaminan bahwa proses tersebut bebas dari intervensi oknum yang menyalahgunakan nama institusi.
Investasi adalah salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi. Ketika sistemnya tercemar oleh praktik pemalakan, maka bukan hanya investor yang dirugikan, tetapi juga masyarakat luas yang kehilangan potensi manfaat berupa lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, dan pertumbuhan UMKM lokal.
Dalam konteks ini, pembangunan ekonomi yang berkeadilan hanya bisa tercapai jika negara mampu menjamin kebebasan berusaha yang bersih dari tekanan eksternal yang ilegal. Aparat penegak hukum, pelaku usaha, dan masyarakat sipil memiliki peran penting dalam mengawal integritas sistem ini.
Kasus di Cilegon harus dijadikan momentum untuk memperkuat tata kelola investasi di seluruh Indonesia. Tidak boleh ada kompromi terhadap pihak-pihak yang menjadikan ruang usaha sebagai lahan eksploitasi pribadi. Ketegasan dalam penanganan kasus ini akan menjadi preseden penting bagi penataan ulang sistem yang lebih sehat dan terpercaya.
Pada akhirnya, keberhasilan Indonesia dalam menarik investasi bukan hanya soal seberapa besar nilai yang masuk, tetapi seberapa jujur dan bersih prosesnya. Dan proses yang bersih hanya bisa berjalan jika semua pihak sepakat bahwa tidak ada ruang bagi oknum dan mafia proyek di tengah agenda besar pembangunan nasional.
