Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kembali bergerak mendatar pada perdagangan Selasa pagi waktu Indonesia, setelah dua hari menguat. Investor kini menahan napas, mencermati potensi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, serta ketegangan baru dalam perundingan nuklir Amerika Serikat-Iran yang bisa berujung pada pelonggaran sanksi minyak.
Refinitiv mencatat, minyak Brent untuk kontrak pengiriman Juli ditutup di US$65,44 per barel pada Senin waktu New York, nyaris tidak berubah dari hari sebelumnya. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) ditutup sedikit menguat di US$62,82, naik 13 sen dari hari sebelumnya.
Presiden AS Donald Trump pada Senin malam mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina akan segera membuka jalur negosiasi gencatan senjata. Namun, Trump mengisyaratkan bahwa AS mungkin tidak terlibat langsung dalam dialog tersebut. Ketidakjelasan ini membuat pasar cenderung menunggu dan melihat, karena kedua negara merupakan aktor penting dalam peta energi global.
Di sisi lain, Iran mempertegas posisinya dalam negosiasi nuklir. Pemerintah di Teheran menyatakan bahwa kapasitas pengayaan uraniumnya "tidak untuk dinegosiasikan" sebuah garis merah yang sulit diterima Washington. Jika kesepakatan gagal dicapai, maka sanksi terhadap ekspor minyak Iran akan tetap berlaku. Namun jika ada terobosan, pasar berisiko dibanjiri tambahan pasokan dari negara itu.
Harga minyak dunia memang berhasil pulih sebagian pada Mei ini, setelah Brent sempat anjlok hampir 16% sepanjang April. Pemulihan ini didorong oleh membaiknya hubungan dagang AS-China yang sempat memberi harapan pada pemulihan permintaan global. Namun, setiap potensi tambahan pasokan dari Iran atau Rusia berisiko mengganggu keseimbangan pasar, terutama di saat permintaan global dinilai belum cukup kuat menyerap surplus.
Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporannya minggu lalu memperkirakan bahwa permintaan minyak global akan melambat selama paruh kedua 2025, dipicu oleh perlambatan industri dan transisi energi bersih di Eropa dan Asia.
Sampai ada kejelasan dari front geopolitik maupun nuklir, harga Brent diperkirakan akan bertahan di kisaran US$64-66, dengan kecenderungan cenderung sideways. Sementara WTI masih mencari momentum untuk kembali tembus US$63 per barel.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Komoditas Jeblok, Begini Nasib Saham Minyak
Next Article Donald Trump Buka Suara, Harga Minyak Kompak Ambruk 1%